"A.N.A.L.O.G.I"
Langkah kaki kami terus maju, berbekal permen warna warni banyak rasa.
Kadang ragu-ragu ketika menemukan jalan setapak yang bercabang.
Usaha kami mengandalkan otak, tetapi tetap ragu dengan cabang jalan setapak.
Kami mundur, merogoh tas mencari-cari kompas.
Kami punya peta, kami juga punya kompas. Kami yakin bisa menemukan jalan mencapai tujuan.
Semangat menghujani logika kami.
Canda tawa, sesaat melupakan keraguan hati.
Ditengah jalan...
Gemuruh hadir, kami terkejut, kebingungan, takut, dan ingin berlindung. Kembali ke rumah, itu bukan pilihan. Tidak mungkin.
Langit biru tertutupi awan gelap.
Harus berlindung di mana ?
Tenda !
Kami punya tenda, kami bangun tenda bersama-sama. Berdo'a hujan jangan dulu turun.
Gemuruh kian menggelegar, kilat satu persatu hadir. Tenda hampir selesai.
Kami sudah di dalam tenda. Tenda kami ditendang-tendang angin. Kami tetap bertahan di dalam tenda. Kami percaya badai pasti berlalu. Yang tidak putus hanyalah do'a dan keyakinan.
Tujuan kami bukan bersenang-senang di dalam tenda. Perjalanan masih panjang. Kaki ini harus terus melangkah. Menelusuri jalan setapak, dan membelah hutan rimba untuk membuat jalan setapak yang baru. Mendaki, menurun, tergelincir di tanah licin, tersandung pada akar pohon itu sudah pasti. Obati luka, karena memang obatnya sudah tersedia. Jangan bawa luka ke atas puncak.
Puncak itu sangat jauh.
Untuk menuju ke puncak, peta ditandai dengan hal-hal yang perlu ditaati agar tidak salah langkah. Kami melangkah, menelusuri jalan sesuai dengan petunjuk pada peta serta dibantu dengan kompas agar mata angin terbaca lebih jelas. Yang sulit, kami sering tergoda untuk sengaja membelah hutan rimba agar dapat menemukan jalan baru karena itu ego kami. Mengikuti ataupun melanggar petunjuk pada peta sebenarnya satu tujuan. Semua jalan adalah menuju puncak. Hanya tingkat resiko yang membedakan. Dikanan dan kiri jalan ada banyak tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat, asal tepat pemakaiannya.
#ana-lo-gi....?