Senin, 05 Maret 2012

#RealitasFiksi1

Duduk disebuah pelantaran terbuka. Aku dengar bisik - bisik suara manusia yang tidak asing seperti menaikkan derajat-ku dalam niat menjatuhkan-ku. Oh, kamu teman-ku. Tidak usah terlalu repot menjodohi-ku dengan dia yang sebenarnya kamu-pun suka. Aku mau tertawa sekali ini saja melihat kebodohan-mu yang sangat lucu mungkin besar naif. Tapi kamu tetap teman-ku. Untung aku tak besar amarah dan makan hati dengan sikap-mu. Aku besar kemungkinan bahwa kamu menyukai hal itu, hal yang sebenarnya kamu idam-idamkan. Tuhan sang Agung, terimakasih telah menyelamatkan aku dari buayan kemarin yang hampir saja aku hirup aroma kuburan dengan wangi kembang, tanah basah dan mayat-mayat yang baru mati serta rintik-rintik hujan dengan selimut kabut. AKU TAKUT.

"slurrpp" menyeruput kopi panas dari tahi luak yang nikmatnya mencapai ubun-ubun kepala. Aku masih saja duduk berpikir akan sikap dan sifat teman-ku. Wajahnya merah merona akibat bahagia karena akhirnya mempunyai seorang kekasih. Pikiran-ku hanya, teman-ku yang punya kekasih hati dan "dia" orang ia "sukai" dan pola pikirnya yang betul rumit hingga akhirnya dia hanya memikirkan bahwa kebenaran mulutnya yang sangat akurat.

Yaampun... Aku tidak sedang cemburu... hahahahahahhaa... Aku khawatir teman-ku bisa gila akibat kebodohannya dan kemunafikannya...

Burung-burung berkicau, aku terpancing untuk bersiul-siul membuat satu irama yang membuat kami akhirnya bersenandung riang.
Hilanglah semua pikiran atas teman-ku. Baiknya aku melanjutkan menyeruput kopi dari tahi luak ini sesekali bersiul dan hilanglah semua penat.


2 komentar:

  1. cemburu? kalau memang cemburu, akui saja. kalau nggak diakui sama saja sama "teman" mu itu, sama bodohnya dan sama munafiknya :) jangan menutup kecemburuan yang dirasakan dengan secangkir kopi luak itu, kasihan kopinya. haha

    BalasHapus
  2. Cemburu dengan teman karena "orang" yang sebenarnya saya tidak suka ?
    Ini pembaca yang bodoh atau penulis yang bodoh ?

    BalasHapus