Senin, 27 Agustus 2012

-Bukan sekedar dan sekecil Biji Kuaci-

Akhirnya terjawab sudah atas apa yang selama ini dibingungkan. Mungkin ini sudah saatnya untuk ruangi diri sendiri tanpa banyak kata dari mulut yang terucap. Mimpi bukan sembarang mimpi yang mampu dibeli oleh siapapun. Pertengahan tahun 2012 merupakan titik terang atas tahun - tahun sebelumnya yang dilewati begitu saja dan juga dirasakan terlalu dalam untuk hal yang seharusnya tidak. 

Lilo membentengi diri sejak awal tahun. Pertengahan mulai goyang dan selamat dari bencana runtuhnya benteng sehingga kini dibangunnya lagi sebuah pondasi kuat dan menancapkan benteng kokoh tahan hujan, panas serta badai. Gemuruh tak juga mereda, ia tidak patah arang untuk terus berjuang.

Adakah perubahan jika tidak ada dorongan dari dalam diri ? 
Lilo bertanya-tanya kepada dirinya sendiri. Nampaknya sudah cukup jelas di depan mata bahwa hidup semakin mendekatinya seolah bertanya "hendak kemana kamu Lilo?" suara hidup mulai terdengar dan kuping menyerapnya lalu terekam di kotak memori, hati ikut merasa.... 

"Hendak kemana hidupku ini?" Lilo bertanya kepada dirinya sendiri sambil menghisap tembakau bercampur menthol alami yang asapnya keluar dari mulut lalu terhirup oleh hidung mengakibatkan rongga parunya nyaman, membuatnya sedikit santai sambil terus berpikir atas pertanyaan yang dilontarkannya tadi. 

Ruangan hening dengan cahaya redup, Lilo menutup matanya. Menenangkan pikiran, mencoba berpikir keras tentang hidupnya. 

"Jalan-jalan kehidupan"
"Aku bosan dengan gonggongan anjing diluar. Ditambah dengan sautan anjing lainnya". 
"Tapi itu makhluk Tuhan". 

Lilo membuka matanya, menerangkan cahaya kamarnya. Mencoret-coret sesuatu dia atas kertas putih. Itu hanya sebagai obat penat. Bibirnya lalu tersenyum melihat hasil gambarnya. 

"Aku bisa melukismu wahai anjing. Akan ku lukis jua gonggongan itu. Agar nampak lebih merdu". 

Coretan itu membuahkan sebuah gambar yang jauh lebih indah dari bentuk aslinya. 

"Bagaimanapun, itu tetap makhluk Tuhan. Tetap indah di hadapan Tuhan yang satu".
"Bergonggonglah lebih keras lagi.. Aku mulai terbiasa"
"Lebih kencang dan kencang... hingga kau merasa pita suara-mu mulai menipis. Menipis dan terputus ketika kalian melihatku bukan lagi sekecil biji kuaci". 
"Tanpa kau sadari, gonggonganmu adalah jam waker di atas meja sebelah tempat tidur. Berteriak hingga mata ini terbuka, itu sebagai pengingat bahwa aku harus bangun dan berjalan mencapai tujuanku".

-Bukan sekedar dan sekecil Biji Kuaci-

Sabtu, 25 Agustus 2012

Anak Laki-laki saya yang bernama NOPY

Panggil anak laki-laki saya dengan nama Nopy.
Nama lengkapnya Nopy Leonstar Deroagy togiokoto.
Anak ini sedikit jail dengan siapapun yang ia temui. Lucu sekali tingkahnya...
Bahasanya tidak karu-karuan dan selalu saja membuat orang bingung dengan bahasa-bahasa ciptaan anehnya sendiri. Karena dia selalu lupa dengan apa yang baru saja dia katakan sehingga saya bingung dan dia lebih bingung lagi kami-pun tertawa ditengah-tengah kebingungan.
Dia memanggil saya dengan sebutan Momstar. Dan menyapa Ibu saya dengan Grandmoma oldi.

Saya merasa hidup dengan kehadiran Nopy.
Entah dari mana Nopy datang, yang jelas anak ini menemani saya penuh dengan tawa dan juga kebodohan yang ia ciptakan sendiri secara tiba-tiba dan mengejutkan.

Nopy anak laki-laki yang tidak memiliki Romo. Tapi saya baru saja bilang bahwa nanti dia akan memiliki Romo yang baik hati, cerdas dan kaya raya untuknya. Nopy tidak pasif memanggil dirinya dengan kata NOPY melainkan NYOPY. Mungkin karena lidahnya pendek atau nampaknya tak berlidah.

 Nopy merasa dia adalah anak laki-laki paling ganteng seantero tanah kelahirannya. Ya memang jika dilihat dengan hati mungkin, Nopy ganteng >,<.

Seburuk apapun Nopy dia tetap anak ganteng momstar.
Ayo nak kita jajah ketenaran...

Selasa, 14 Agustus 2012

Kopi - Koffie & Wanita

Saya punya seorang ibu yang memiliki kebiasaan minum kopi pagi hari. Begitu juga dengan kakak perempuan saya yang mewajibkan dirinya untuk minum 60ml kopi espresso sebelum beraktifitas. Lalu pagi ini saya meringsut ke dapur dan membuka-buka lemari makanan tempat penyimpanan semua jenis makanan dan minuman milik penghuni rumah ini. 

Saat ini memang hanya ada saya dan ibu di rumah ini. Kami peminum kopi rutin setiap hari. Ibu hanya menyukai 1 merk kopi yang terkandung kopi, krim serta gula dengan rasa original, sebut saja Ibu adalah penikmat rasa kopi yang lebih kuat. 

Lalu ada saya, yang tidak menyukai kopi dicampur gula apalagi krim. 100% kopi dengan jenis kopi arabika adalah jenis kopi yang cukup bagi saya. Saya dan kakak perempuan saya memiliki kesamaan jenis kopi. 

Kembali ke dapur. Saya menemukan 3 kotak kopi kesukaan saya yang sengaja dibawa dari belanda untuk saya. Cerita kopi saya dan ibu-pun dimulai. 

Ibu bercerita bahwa ia peminum kopi rutin sejak SMP. Kopi hitam adalah kopi Ibu dulu. Mungkin karena faktor berkurangnya umur, Ibu sudah tidak meminum kopi tersebut. Lalu ibu bercerita mengenai kebiasaan kakak perempuan saya soal kopi. Kopi jenis espresso itu wajib bagi kakak. Alat espresso di rumahnya bukan alat baru. Saya seperti berkaca kepada 2 wanita yang saya kenal dari kecil itu. Kopi, kami peminum kopi. 

Pagi itu di meja makan. Ibu, Kakak dan Saya. Kami menikmati secangkir kopi. 3 orang wanita penikmat kopi di keluarga ini. Kami bermental baja untuk bertahan hidup, dengan filosopi kopi yang kami ciptakan setiap hari dalam diri. Tidak seorang-pun tau apa resep kopi yang kapi minum dengan komposisi : bubuk rasa, kasih, tulus, percaya serta cinta diseduh dengan kehangatan yang kuat hingga kopi kami menjadi pekat.

Hanya kami bertiga yang mampu merasakan asli kopi itu. Biji kopi pahit di lidah 3 wanita. Dengan rasa yang menakjubkan dalam hidup~

"Coffee should be black as hell, strong as death and as sweet as love"
-Turkish proverb

Jumat, 10 Agustus 2012

Kidung Malam



Butuh tawa serta canda bersama sahabat. Menikmati angin malam dengan gurauan.

Bosan dengan dingin ruangan yang dibuat-buat. Rindu sapaan dingin dari alam semesta yang sulit kini untuk didapat.

Lalu anak manusia masih terus meminta, memohon dan berharap dalam doanya. Menego Tuhan untuk mengabulkan semua keinginannya.

Karena semua tahu, bahwa Tuhan Maha Pemurah~

Larut dalam negosiasi malam bersama Tuhan. Masih tetap memohon, meminta dan terus berharap.

Padahal Tuhan telah memberi lebih dari apa yang kita minta. Sayangnya kesadaran itu masih bercinta dengan "Ego". Kami-pun gelap mata.

KARENA APA ?
Karena sebuah tuntutan yang terus mendesak, menginjak dan menghimpit.

Dunia semakin dikejar semakin lari kencang. Diam-pun bukan pilihan yang baik, karena ia akan mengejek lalu membunuh perlahan dengan pasti.

Manusia yakin bahwa manusia adalah makhluk paling sempurna. Semakin tinggi pijakan kakinya maka semakin naik dagunya. Dunia tetap saja menertawainya sambil berlari dan mengejek. Dubur manusia juga semakin panas terbakar rayuan dari dalam diri dan berusaha setengah mati agar bisa menggenggam dunia agar dunia diam dan tak lagi mengejeknya. Sungguh ironi persaingan manusia dan dunia.

Aku putuskan untuk terus berlari, tapi tidak untuk mengejar melainkan untuk sama-sama berlari hingga batas waktu yang telah dijanjikan.

Kami-pun berlarian. Mesra...

-Lilo dan Dunia-




Kamis, 02 Agustus 2012

"Peluk"


Ketika seorang anak kecil bernama Iqbal selalu duduk di sebelah kursi supir (supir itu saya). Duduk diam dan sibuk dengan itouch milik saya. Games Games dan Games. Sesekali dia bertanya "berapa jam lagi kita sampai di rumah ?" kuping saya bosan mendengar pertanyaan itu! Tapi anak itu tidak pernah bosan untuk minta pelukan dari saya yang sibuk mengemudikan mobil. Letih itu terbakar begitu saja, ketika anak itu berusaha melepas seat belt dan memeluk saya, seolah-olah ia tau betul bahwa saya sangat lelah. Saya membalas pelukannya dengan rangkulan dari tangan kiri. 

Anak itu lucu dan sangat manja. Entah apa yang ada di pikirannya. Dia adalah orang yang tau betul saya lelah dengan aktifitas saya saat itu. Di rumah saya hanya bisa duduk selonjoran di atas kasur, dia datang dan bertanya hal-hal kecil yang membuat saya lupa bahwa saya sedang istirahat. 

Suatu pagi saya masih ingin tidur. Semua keluarga sudah makan pagi dan mandi. Saya lelah, butuh tidur lebih lama. Iqbal masuk ke dalam kamar saya, mungkin dia tau saya masih ingin tidur. Saya tau dia mau main dengan saya, tapi saya masih memejamkan mata seolah-olah ingin dimengerti bahwa saya butuh istirahat. Iqbal duduk diatas tempat tidur saya, mungkin dia menunggu saya bangun dan mandi. Dia bosan dan keluar dari kamar, tapi bau khasnya semakin dekat dengan hidung saya. Iqbal duduk di dekat kepala saya sambil main games. Ternyata dia betul-betul menunggu saya bangun. Lagi-lagi anak itu mampu membunuh rasa lelah saya, saya bangun dan memindahkan kepala saya ke atas paha kecilnya. Dia masih sibuk main games, tidak mengacuhkan saya. Saya bangun dan mandi, setelah itu baru iqbal bilang bahwa dia sejak jam 8 menunggu saya untuk main bersama saya di halaman. Saya merasa bersalah :( 

Semua siap pergi ke airport. Saya berusaha menyembunyikan kesedihan saya. Saya menjauh dari semuanya. Menyendiri di luar dan menunggu di dalam mobil. Rasanya semuanya datar. Iqbal masuk ke dalam mobil. Duduk di sebelah saya dan bilang "Dede gak mau pulang ke Belanda" dengan wajah sedihnya. Anak itu memang lembut dan mudah sedih. Sebelum Iqbal pulang ke Belanda dia cuma minta dipeluk dan dipeluk. 

Air mata ini tidak boleh keluar, karena hanya membuat anak kecil itu ikut menangis. Saya tertawa sambil menyembunyikan kesedihan. Begitu juga iqbal. Sampai check in selesai, Iqbal, Nur, Kakak dan Aa pamit untuk pulang ke Belanda. Semua pelukan terasa mesra dan hangat. Saya lihat Mami, wajahnya mulai redup melepas pelukan cucu kesayangannya. Saya tertawa kepada mereka semua, tapi Iqbal belum mau melepas pelukannya dari saya dan mami. Mungkin wajah saya sudah tidak berbentuk apa-apa. Entah bagaimana parasa saya melepas pelukan anak kecil itu. 

Semua masuk dengan wajah sok tegar! Ya.. semata-mata kami hanya menyembunyikan kesedihan karena belum mau berpisah. Indonesia - Eropa masih sangat terlalu jauh bagi kami. Jacket dan tas sudah masuk ke dalam mesin diteksi. Iqbal di depan pintu masih berjoget "Hobiba Hubaaa Hubaaa" sambil tetap tertawa.

Iqbal menghibur saya dan mami agar rasa sedih sejenak hilang. Perasaan saya padam ketika langkahnya tertutup oleh pintu airport. 

Pukul 15.00wib telfon berdering mengabarkan bahwa orang-orang yang saya cinta sudah sampai di Belanda dalam kondisi tidak kekurangan satupun. Saya meresa dan mereka semua juga merasa rindu ini belum juga hilang. 

Mungkin 2 atau 3 tahun lagi saya baru bisa bertemu Iqbal. Umurnya pasti sudah 12 tahun. Saya masih ingin dipeluk anak itu dan ingin memeluk manja anak itu. Mungkin sampai anak itu memiliki kumis atau bahkan uban. Pelukan ini akan tetap sama... 

We Love You Nur
We Love You Iqbal

I Love you Kids :*