Ketika seorang anak kecil bernama Iqbal selalu duduk di sebelah kursi supir (supir itu saya). Duduk diam dan sibuk dengan itouch milik saya. Games Games dan Games. Sesekali dia bertanya "berapa jam lagi kita sampai di rumah ?" kuping saya bosan mendengar pertanyaan itu! Tapi anak itu tidak pernah bosan untuk minta pelukan dari saya yang sibuk mengemudikan mobil. Letih itu terbakar begitu saja, ketika anak itu berusaha melepas seat belt dan memeluk saya, seolah-olah ia tau betul bahwa saya sangat lelah. Saya membalas pelukannya dengan rangkulan dari tangan kiri.
Anak itu lucu dan sangat manja. Entah apa yang ada di pikirannya. Dia adalah orang yang tau betul saya lelah dengan aktifitas saya saat itu. Di rumah saya hanya bisa duduk selonjoran di atas kasur, dia datang dan bertanya hal-hal kecil yang membuat saya lupa bahwa saya sedang istirahat.
Suatu pagi saya masih ingin tidur. Semua keluarga sudah makan pagi dan mandi. Saya lelah, butuh tidur lebih lama. Iqbal masuk ke dalam kamar saya, mungkin dia tau saya masih ingin tidur. Saya tau dia mau main dengan saya, tapi saya masih memejamkan mata seolah-olah ingin dimengerti bahwa saya butuh istirahat. Iqbal duduk diatas tempat tidur saya, mungkin dia menunggu saya bangun dan mandi. Dia bosan dan keluar dari kamar, tapi bau khasnya semakin dekat dengan hidung saya. Iqbal duduk di dekat kepala saya sambil main games. Ternyata dia betul-betul menunggu saya bangun. Lagi-lagi anak itu mampu membunuh rasa lelah saya, saya bangun dan memindahkan kepala saya ke atas paha kecilnya. Dia masih sibuk main games, tidak mengacuhkan saya. Saya bangun dan mandi, setelah itu baru iqbal bilang bahwa dia sejak jam 8 menunggu saya untuk main bersama saya di halaman. Saya merasa bersalah :(
Semua siap pergi ke airport. Saya berusaha menyembunyikan kesedihan saya. Saya menjauh dari semuanya. Menyendiri di luar dan menunggu di dalam mobil. Rasanya semuanya datar. Iqbal masuk ke dalam mobil. Duduk di sebelah saya dan bilang "Dede gak mau pulang ke Belanda" dengan wajah sedihnya. Anak itu memang lembut dan mudah sedih. Sebelum Iqbal pulang ke Belanda dia cuma minta dipeluk dan dipeluk.
Air mata ini tidak boleh keluar, karena hanya membuat anak kecil itu ikut menangis. Saya tertawa sambil menyembunyikan kesedihan. Begitu juga iqbal. Sampai check in selesai, Iqbal, Nur, Kakak dan Aa pamit untuk pulang ke Belanda. Semua pelukan terasa mesra dan hangat. Saya lihat Mami, wajahnya mulai redup melepas pelukan cucu kesayangannya. Saya tertawa kepada mereka semua, tapi Iqbal belum mau melepas pelukannya dari saya dan mami. Mungkin wajah saya sudah tidak berbentuk apa-apa. Entah bagaimana parasa saya melepas pelukan anak kecil itu.
Semua masuk dengan wajah sok tegar! Ya.. semata-mata kami hanya menyembunyikan kesedihan karena belum mau berpisah. Indonesia - Eropa masih sangat terlalu jauh bagi kami. Jacket dan tas sudah masuk ke dalam mesin diteksi. Iqbal di depan pintu masih berjoget "Hobiba Hubaaa Hubaaa" sambil tetap tertawa.
Iqbal menghibur saya dan mami agar rasa sedih sejenak hilang. Perasaan saya padam ketika langkahnya tertutup oleh pintu airport.
Pukul 15.00wib telfon berdering mengabarkan bahwa orang-orang yang saya cinta sudah sampai di Belanda dalam kondisi tidak kekurangan satupun. Saya meresa dan mereka semua juga merasa rindu ini belum juga hilang.
Mungkin 2 atau 3 tahun lagi saya baru bisa bertemu Iqbal. Umurnya pasti sudah 12 tahun. Saya masih ingin dipeluk anak itu dan ingin memeluk manja anak itu. Mungkin sampai anak itu memiliki kumis atau bahkan uban. Pelukan ini akan tetap sama...
We Love You Nur
We Love You Iqbal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar